Absurd tapi Seru: Kau Datang Sebagai Sekretarisku, Tapi Pergi Membawa Seluruh Hatiku



Aroma lavender selalu mengingatkanku padamu, Anya. Aroma yang kau tinggalkan di ruanganku, menempel di setiap sudut ingatan. Dulu, kau hanya sekretarisku, perempuan yang selalu hadir dengan senyum profesional dan ketepatan waktu yang presisi. Aku, Adrian, seorang CEO yang dingin dan ambisius, terlalu buta untuk melihat keindahan yang kau pancarkan.

Lima tahun kita bekerja bersama, Anya. Lima tahun aku menyia-nyiakan kesempatan untuk mencintaimu. Aku ingat jelas hari itu, hari ulang tahunmu yang ke-28. Kau memberikan kue cokelat dengan lilin berbentuk angka, tertawa renyah saat aku mencoba meniupnya dengan satu napas. Di matamu, aku melihat kilatan harapan. Tapi aku, dengan bodohnya, hanya membalasnya dengan ucapan terima kasih datar dan lemburan yang menumpuk.

Momen itu… Momen yang akan selalu menghantuiku. Malam itu, setelah semua karyawan pulang, aku melihatmu berdiri di depan jendela besar, memandang kota yang gemerlapan. Kau terlihat begitu rapuh, Anya. Aku mendekat, berniat menanyakan kabarmu, tapi bibirku kelu. Kau berbalik, tersenyum getir.

"Adrian," bisikmu, suaramu bergetar. "Aku… aku akan berhenti."

Duniaku SEKETIKA runtuh. Aku bertanya mengapa, tapi kau hanya menggelengkan kepala. "Aku tidak bisa terus seperti ini," katamu, menahan air mata. "Aku mencintaimu, Adrian. Tapi kau tidak pernah melihatku lebih dari seorang sekretaris."

Kata-kata itu menghantamku seperti badai. Aku ingin mengatakan sesuatu, apa saja, untuk menghentikanmu. Tapi lidahku kelu. Aku membisu, menyaksikanmu pergi membawa seluruh hatiku. Penyesalan itu begitu MENCEKIK.

Bertahun-tahun berlalu. Aku menikah dengan wanita pilihan keluarga, hidup dalam kemewahan dan kehampaan. Aku berusaha melupakanmu, Anya, tapi aromamu selalu hadir, menghantui setiap langkahku. Aku mendengar kabarmu menikah, bahagia, dan memiliki seorang putra. Kebahagiaanmu adalah siksaanku.

Kemudian, datanglah tawaran itu. Perusahaanmu, yang kini berkembang pesat, ingin mengakuisisi perusahaanku yang sedang terpuruk. Kau, Anya, duduk di seberang meja, tatapanmu dingin dan profesional, sama sekali tidak menunjukkan sisa-sisa cinta yang dulu kau berikan.

"Selamat siang, Bapak Adrian," sapamu dengan nada yang menusuk. "Saya Anya, CEO dari [Nama Perusahaanmu]. Kami tertarik dengan perusahaan Anda."

Aku tersenyum getir. Takdir memang IRONIS. Dulu aku menyia-nyiakan cintamu, sekarang aku harus berlutut di hadapanmu untuk menyelamatkan perusahaanku.

Akusisi itu berjalan mulus. Aku kehilangan segalanya, Anya. Segalanya… kecuali ingatan tentangmu.

Dan kini, saat aku menatap foto kita berdua di meja kerjaku – foto yang kau sembunyikan di balik map, yang baru kutemukan setelah kau pergi – aku menyadari bahwa takdir memang kejam. Takdir memberikanmu kekuatan untuk membalas sakit hatimu, meskipun kau sendiri mungkin tidak pernah menginginkannya. Takdir telah mengambil segalanya dariku, sama seperti dulu aku mengambil hatimu.

Apakah ini cinta, atau dendam yang berbalut takdir?

You Might Also Like: Skincare Lokal Untuk Kulit Tropis_12

Post a Comment

Previous Post Next Post