Bayangan yang Tersenyum Saat Kau Jatuh
Hujan luruh di atas makam. Bukan deras, hanya rintik-rintik halus yang membasahi nisan dingin, mengalir seperti air mata yang tak terucap. Di dunia sana, di antara dunia yang hidup dan mati, Ling Wei berdiri. Bukan sebagai sosok yang dulu dikenal, melainkan sebayang-bayang, aura pucat yang memudar di antara pohon-pohon cemara.
Dulu, ia seorang pelukis. Kuasnya menari di atas kanvas, menciptakan dunia yang lebih indah dari kenyataan. Namun, takdirnya terhenti di persimpangan jalan yang gelap. Sebuah kecelakaan. Sebuah kebohongan.
Ia kembali bukan untuk balas dendam. Bukan untuk menuntut darah atas darah. Ia kembali karena ada kata-kata yang tak sempat diucapkan, janji yang belum ditepati, dan sebuah kebenaran yang terkubur di balik senyum palsu.
Setiap langkahnya terasa berat, setiap hembusan angin membawa beban masa lalu. Ia mengikuti Li Mei, sahabatnya, kekasihnya, satu-satunya orang yang ia percaya. Li Mei, yang kini hidup dengan bayang-bayang rasa bersalah, senyumnya dipaksakan, matanya selalu menghindari tatapan cermin.
Ling Wei melihat Li Mei mengunjungi makamnya setiap hari, membawakan bunga krisan putih, bunga favoritnya. Ia melihat Li Mei berbicara padanya, menceritakan hari-harinya, berharap Ling Wei bisa mendengarnya. Tapi Ling Wei hanya bisa diam, menyaksikan penderitaan yang tak terobati.
Suatu malam, di bawah rembulan pucat, Ling Wei merasakan kehadirannya semakin memudar. Energi yang menahannya di dunia ini perlahan menghilang. Ia harus bertindak. Ia membisikkan namanya ke telinga Li Mei, sebuah bisikan yang terasa seperti desiran angin dingin. Li Mei tersentak.
"Ling Wei?" gumamnya, suaranya bergetar.
Ling Wei mencoba menunjukkan lukisan yang belum selesai. Lukisan tentang sebuah taman rahasia, tempat mereka berjanji akan bertemu di masa depan. Lukisan yang menjadi saksi bisu cinta mereka.
Li Mei melihat lukisan itu, air mata mengalir deras di pipinya. Ia mengerti. Ia mengerti apa yang ingin Ling Wei katakan. Ia tahu kebenaran tentang kecelakaan itu. Ia tahu siapa yang bertanggung jawab.
Bukan dendam yang Ling Wei inginkan. Bukan hukuman bagi pelaku. Ia hanya ingin Li Mei tahu. Ia hanya ingin Li Mei memaafkannya karena tidak sempat mengucapkan selamat tinggal.
Dan di saat terakhir, saat energinya benar-benar habis, saat tubuhnya mulai menghilang menjadi debu-debu cahaya, ia melihat Li Mei tersenyum. Bukan senyum yang dipaksakan, bukan senyum yang penuh rasa bersalah, melainkan senyum tulus, senyum yang penuh kedamaian.
Akhirnya... kedamaian itu datang.
Saat bayangan Ling Wei memudar sepenuhnya, rintik hujan berhenti. Di atas makam yang basah, tercium aroma krisan putih yang lembut. Li Mei berbisik, "Aku mengerti, Ling Wei. Aku mengerti."
Dan di suatu tempat, di antara dunia yang hidup dan mati, arwah itu baru saja tersenyum untuk terakhir kalinya...
You Might Also Like: Distributor Skincare Fleksibel Kerja