TOP! Bayangan Yang Menunggu Di Ujung Mimpi



Bayangan yang Menunggu di Ujung Mimpi

Anggrek bulan layu itu menjadi saksi bisu. Dulu, di taman Istana Timur, ia tumbuh subur, senada dengan senyum Xian Mei. Senyum yang kini hanya tinggal bayangan di ujung mimpi. Dulu, Xian Mei adalah putri kesayangan, tunangan Pangeran Mahkota yang berkuasa. Dulu, cinta dan kekuasaan bersemi di telapak tangannya.

Namun, taman itu kini hanyalah puing. Senyum itu telah digantikan oleh garis keras di wajahnya. Cinta yang dulu membara, padam oleh api pengkhianatan. Kekuasaan yang dulu dijanjikan, dirampas dengan keji. Ia, Xian Mei, ditinggalkan, DIHANCURKAN.

Luka itu menganga. Setiap malam, bayangan Pangeran Mahkota dan selir barunya, Mei Lan, menari-nari di kelopak matanya. Mei Lan, si ular berbisa yang merebut segalanya.

Namun, dari abu kehancuran, Xian Mei tumbuh. Seperti bunga teratai yang lahir dari lumpur, ia menemukan kekuatan dalam kerapuhannya. Kelembutan yang dulu dianggap kelemahan, kini menjadi senjata terampuh. Ia belajar tentang intrik, tentang manipulasi, tentang bagaimana mengubah air mata menjadi BERLIAN.

Ia mempelajari setiap gerakan musuhnya, setiap kelemahan mereka. Bukan dengan amarah membabi buta, melainkan dengan ketenangan seorang master catur yang sedang menyusun strategi mematikan. Ia tidak berteriak, ia hanya berbisik. Ia tidak menghancurkan dengan kekerasan, ia meruntuhkan dengan keanggunan.

Ia kembali ke Istana. Bukan sebagai Xian Mei yang dulu, melainkan sebagai Bunda Suri. Penampilannya anggun, tutur katanya lembut, tetapi matanya menyiratkan badai yang siap menerjang. Ia tersenyum pada Mei Lan, senyum yang membuat selir itu gemetar ketakutan. Ia menyapa Pangeran Mahkota, dengan tatapan dingin yang menusuk jantungnya.

Perlahan tapi pasti, ia memainkan bidak-bidaknya. Ia bisikkan hasutan di telinga para jenderal, ia taburkan benih keraguan di hati para selir. Ia membiarkan intrik istana memakan dirinya sendiri, seperti ular yang mematuk ekornya sendiri.

Akhirnya, istana itu runtuh. Pangeran Mahkota dijatuhkan, Mei Lan diusir dengan hina. Darah tidak tertumpah, tetapi hati hancur berkeping-keping. Dan Xian Mei, berdiri di atas puing-puing itu, bukan sebagai pemenang yang berteriak, melainkan sebagai ratu yang tenang dan berdaulat.

Ia menatap langit malam, membiarkan angin membelai rambutnya. Tidak ada senyum di bibirnya, tetapi ada kedamaian di matanya. Ia telah menaklukkan segalanya, bukan dengan kekerasan, melainkan dengan kecerdasan dan ketenangan. Ia telah menumbuhkan keindahan di medan perang hatinya.

Dan sekarang, mahkota sesungguhnya adalah takdirnya, sebuah kisah yang baru saja dimulai, dan ditulis hanya oleh dirinya sendiri…

You Might Also Like: Mimpi Dikejar Semut Inilah Faktanya

Post a Comment

Previous Post Next Post